Toponomi Kabupaten Pinrang (4)
PINRANG.ARUNGSEJARAH.COM - Toponomi Kabupaten Pinrang (4).
SWAPRAJA Sawitto yang merupakan swapraja terbesar dalam Kewedanan Pinrang, dibagi lagi menjadi dua bahagian yaitu;
1. Sawitto satu membawahi sembilan buah distrik yaitu; 1l Distrik Tiroang,2l distrik Leppangang, 3l distrik Malimpung, 4l distrik Alitta, 5l distrik Talabangi, 6l distrik Jampue, 7l distrik Langnga, 8l distrik Padakkalawa, 9l distrik Pinrang.
2. Sawitto dua membawahi enam buah distrik yaitu; 1] distrik Binanga Karaeng, 2l distrik Rajang, 3l distrik Suppirang, 4l distrik Paria,5l distrik Ulusaddang, 6l distrik Basseang.
Kepala-kepala distrik tersebut adalah merupakan aparatur dari swapraja dalam menjalankan tugasnya bertanggungjawab kepada Kepala Swapraja. Pengangkatan kepala-kepala distrik turunan bangsawan dipilih oleh rakyat dengan persetujuan dari ketua Swapraja.
Upaya memperbaiki struktur dan penyelenggaraan pemerintahan di satu sisi, di samping memenuhi kebahagiaan dan keinginan rakyat, maka pada tahun 1959 keluarlah satu undang-undang yang dikenal dengan Undang-Undang nomor 29/1959 yang berlaku pada tanggal 4 Juli 1959 tentang pembentukan daerah-daerah TK.II di Sulawesi yang praktis terbentuk pula Daerah Tingkat II Pinrang, namun hal ini belum dapat dijadikan sebagai patokan lahirnya Kabupaten Daerah TK. II Pinrang, berhubung unsur pemerintahannya yang merupakan organ atau bagian yang belum ada.
Ketika itu yang ada hanya kotapraja Sawitto dijadikan sebagai ketua (kedatuan), Swapraja Batulappa jadi ketua dengan gelar arung, begitu juga Swapraja Kassa menjadi ketua dengan sebutan arung.
Ketika Undang-Undang itu dinyatakan berlaku maka daerah Swapraja Suppa yang merupakan bagian wilayah dari Swatantra Parepare berubah menjadi bagian wilayah Kabupaten Pinrang dan istilah swapraja dan distrik kemudian dihapuskan.
Setelah keluarnya surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: UP-7 /3/5-392 tanggal 28 Januari 1960 yang menunjuk H. A. Makkoelaoe menjadi Kepala Daerah TK.II Pinrang, karena pada saat itu unsur atau organ sebagai perangkat daerah otonomi telah terpenuhi.
Beliau dilantik sebagai Bupati Kepala Daerah Tingkat II Pinrang pada tanggal 19 Februari 1960. Dengan demikian barulah dinyatakan sebagai waktu berdirinya Kabupaten Pinrang. Hal ini didasarkan bahwa semua perangkat daerah otonom sudah terpenuhi, termasuk di dalamnya unsur pemerintahan, baik secara de jure maupun secara de facto.
Berdasarkan kenyataan tersebut, terwujud pembentukannya di dalam kenyataan pada tanggal 19 Februari 7960, yang sekaligus dijadikan sebagai hari jadi Kabupaten Daerah Tingkat II Pinrang (Anonim,1998, hlm. 1-3: lihat; www.pinrangkab.go.id, diakses 7 Juli 2011).
Kalau ditinjau dari segi sejarah, maka nama Pinrang setidaknya mempunyai arti dan makna yang sangat dalam yang merupakan pencerminan dari nama itu sendiri. Kata Pinrang yang berasal dari bahasa Bugis yaitu kata pinra yang secara etimologi atau bahasa akan berarti "perubahan". Akan tetapi jika dilihat dari latar belakan lahirnya istilah itu, maka ada beberapa makna yang terkandung di dalamnya, yaitu;
1. Nama Pinrang lahir dari satu peristiwa heroik, dimana putera-putera terbaik Sawitto memperlihatkan sikap dan wataknya dalam membela negerinya.
2. Adanya usaha dan kemampuan rakyat Sawitto membebaskan rajanya tanpa menunggu belas kasihan dari kerajaan lain.
3. Adanya dinamika masyarakat Pinrang sejak dahulu, hal ini terbukti dengan adanya usaha masyarakat mencari pemukiman yang baik di masa lalu (Pangerang,dkk.1988. hlm.11-15).
Sumber: Rosdiana Hafid, (2012). Toponimi Daerah Pinrang Sebagai Sumber Sejarah. Makassar: La Macca.
****
Abduh, Muh. dkk., 7985. Sejarah Pulawanan Terhndap lmperialisme dan Kolonialisme di Sulnuesi Selatan. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional.
Abduh, Muh. dkk., 7985. Ceritera Rakyat Sulawesi Selatan. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Asba, A.Rasyid.2010. Kerajaan Nepo: Sebuah Kearifan Lokal Dalam Sistem Politik Tradisional Bugis, Di Kabupaten Barru. Jokyakarta: Ombak.
Asba,A.Rasyid. Gerakan Sosial di Tanah Bugis; Raja Tanete La Patau Menantang Belanda. Jokyakarta: Ombak.
Anonim, 1989. Selayang Pandang Kabupaten Pinrang. Pinrang: Pemda Tingkat II.
Cindy Adam. Bung Knrno,Penyambung Lidah Rakyat Indonesin. Jakarta: Jambatan
Danasasmita, Saleh, 1983-1984. Rintisan P enelusur an Masa Silam Sejarah lawa Barat, Bandung: Proyek Penerbitan Sejarah Jawa Barat Pemda Jawa Barat.
Gising, Basrah. 2002. Sejarah Kuajaan Tanete. Makassar: Samajaya.
Gonggrijp, G, 1949. Sejarah Sosial Ekonomi Hindia Belanda (terjemahan).
Harahap, Parada. 7952. Rangkaian Tanah Air Tornja. Bandung : W. Van Hoeve.
Hamid, Pananrangi. 1986. Dampak Modernisasi Terhndap Hubungan Kekerabatan Dnerah Sulawesi Selatan. Jakarta : Depdikbud.
Hamida, Sitti. 1996. Sejarah Kecamatan Rantepao Kabupaten Tana Toraja.
Kartakusumah, Richardiana, 1990. Prasasti-Prasasti Galuh Pakuan di laut Barat Abad ke 14-16 Masehi. Naskah Seminar Galuh II. Bandung: Tasikmalaya.
Kobong, dkk. 1983. Filsafat Hidup Orang Toraja. Ujung Pandang : Institut Theologia Gereja Toraja.
Kila, Syahrir. 1997. Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Republik lndonesia (Bunga Rampai Sejarah dan Budaya). Ujung Pandang : Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Ujung Pandang.
Kila, Syahrir. 7998. Sejarah Islam di Pinrang (Bunga Rampai Sejarah dan Budaya). Ujung Pandang : Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Ujung Pandang.
Poelinggomang, Edward,L. 2005. Sejarah Tanete; Dari Agangnionjo Hingga Kabuputen Barru. Pemerintah Kabupaten Barru (laporan penelitian).
Poelinggomang, Edward, L. 2004. Sejarah Sulawesi Selatan Jilid I. Makassar : Pemda Sulawesi Selatan kerjasama Balitbangda.
Rasyid, Darwas. 7995. Sejarah Daerah Kabupaten Bnrru. Ujung Pandang: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional.
Swastiwi, Anastasia Wiw ik. 2010. Toponimi Daerah Natuna. Tanjung Pinang : Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tiadisional.
Walinono, Hasan. Tanete; Suatu Studi Sosiologi Politik. Ujung Pandang : Disertasi Doktor pada Pasca-sarjana Universitas Hasanuddin.