Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Islamisasi di Ajatappareng Abad XVI-XVII (11)

PINRANG.ARUNGSEJARAH.COM - Islamisasi di Ajatappareng Abad XVI-XVII, Sejarah Suppa Tanah Dewatae, PINRANG.ARUNGSEJARAH.COM - Sejarah Kerajaan Letta dan Tondo Bunga, Kerajaan Batulappa dalam Lintas Sejarah, Kerajaan Sawitto dalam Lintas Sejarah, Sejarah Berdirinya Kabupaten Pinrang, Idwar Anwar, Asal mula nama Pinrang, Awal Mula Berdirinya Kabupaten Pinrang, Kerajaan Sawitto, Istana Kerajaan Sawitto, PINRANG.ARUNGSEJARAH.COM - Jejak Ulama Pinrang Diawal Abad XX, Gurutta Abdul Latif - Kiprah Ulama Pinrang Awal Abad XX, Sejarah Berdirinya Kabupaten Pinrang, Idwar Anwar, Asal mula nama Pinrang, Awal Mula Berdirinya Kabupaten Pinrang, Kerajaan Sawitto, Idwar Anwar Ilustrasi Ilustrasi Ilustrasi
Ilustrasi
PINRANG.ARUNGSEJARAH.COM
 - Islamisasi di Ajatappareng Abad XVI-XVII (11).

BELIAU adalah Addatuwang Sawitto ke VIII merangkap sebagai Datu di Suppa ke VIII datang ke Sidenreng mewakili rakyat dari dua kerajaan yang dipimpinnya. Kedatangannya ke Sidenreng untuk menyatakan diri masuk Islam dan mengucapkan dua kalimat syahadat di depan Datuk ri Bandang dan disaksikan oleh Sultan Alauddin. 

Jadi, dengan merujuk kepada uraian-uraian di atas dapat dipahami bahwa Wé Passullé Daéng Bulaéng menerima Islam bersamaan dengan Addatuang Sidénréng La Patiroi sesudah perang Pakkennya dan Tammapalo pada tahun 1607 M., jua dapat dipahami bahwa proses islamisasi di Ajatappareng itu berlangsung secara damai baik tahap pertama, kedua dan ketiga berkat peranan pedagang dan kegigihan para ulama memegang teguh prinsip dalam kebebasan beragama sebagaimana firman Allah Swt dalam QS. Al-Baqarah/2: 256: 

Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam).... (Departemen Agama RI: 42). 

Kedatangan Sultan Alauddin ke Ajatappareng dengan pasukannya pada tahun 1607 M. pada islamisasi tahap ketiga tidak dimaksudkan untuk memaksa raja-raja setempat masuk Islam. Namun, untuk menjaga keamanan dakwah Islam. Hal tersebut dapat dibuktikan sebagai berikut: 

1. Lontara’ Akkarungeng Alitta memberikan informasi bahwa Arung (raja) Alitta La Massora telah memeluk Islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat pada saat syahadatnya Sultan Alauddin di Gowa (Lontarak Alitta: 13). Jadi, untuk apa memaksa masuk Islam raja yang telah Islam? 

2. Kerajaan Ajatappareng memiliki hubungan kekerabatan dekat dengan kerajaan Gowa. Hubungan itu dapat dilihat pada hubungan perkawinan antara Addatuang (raja) Sidenreng La Patiroi Matinroé ri Massépé dengan Wé Tosappoi, anak dari raja Gowa Tunipallangga Ulaweng. Bahkan, Wé Tosappoi dinobatkan menjadi Datu (raja) Suppa yang memerintah pada tahun (1574-1581 M.). Dari hasil pernikahan mereka diakrunia anak bernama La Gojeng, kemudian La Gojeng diangkat menjadi Arung (raja) Alitta. (Latif, 2014, p. 209) 

3. Ajatappareng merupakan passeajingeng (kerabat) dari Gowa, sehingga sebagai realisasi status Ajatappareng sebagai kerabat Gowa, maka ketika Gowa menemukan jalan kebaikan yakni agama Islam, maka Gowa berkewajiban menyampaikan kebaikan tersebut kepada Ajatappareng. Bahkan dalam islamisasi ke berbagai daerah di Sulawesi Selatan Seperti Soppeng, Wajo, Bone dan lain-lain yang dilakukan oleh Gowa, Ajatappareng adalah partner utamanaya. 

4. Sebagaimana pembahasan sebelumnya bahwa Adatuwang (raja) Sidenreng La Patiroi masuk Islam pasca perang Pakkennya atau Tammapalo. Padahal, pada perang tersebut Gowa dikalahkan oleh gabungan tiga kerajaan besar di Tanah Bugis yang tergabung dalam aliansi Tellumpoccoé (Bone, Wajo dan Soppeng) (Anonim, Lontarak Sukkuna Wajo., no date, p. 144). Hal tersebut mengindikasikan bahwa Adatuwang (raja) Sidenreng La Patiroi benar-benar tulus menerima Islam. Siapa yang mau memaksa beliau masuk Islam padahal Gowa sudah kalah perang? Hal tersebut berarti raja-raja Ajatappareng masuk Islam atas dorongan hati tulus mereka. 

5. Raja-raja Ajatappareng setelah menerima Islam, sangat serius dalam menjalankan ajaran-ajaran agama Islam. Salah satunya adalah We Passullé Daéng Bulaéng (1603-1612 M) yang merangkap sebagai Datu (raja) Suppa dan Addatuang (raja) Sawitto setelah ia meninggal digelar Addituwang Matinroé ri Mala yang berarti “raja yang meninggal dalam amal kebaikannya”. Kereligiusan Datu (raja) Suppa dan Addatuwang (raja) Sawitto tersebut, mengindikasikan bahwa; ia benar-benar ikhlas menerima Islam atas motivasi kemauannya sendiri. Seandainya ia tidak ikhlas (dipaksa) menerima Islam, maka tentu ia tidak menjadi raja yang religius. Begitupun dengan rakyatnya sangat fanatik dengan agama Islam yang mereka anut. Hal tersebut tercatat dalam Lontarak Akkarungeng Sawitto: 

Sebelumnya... Islamisasi di Ajatappareng Abad XVI-XVII (10) - Arung Pinrang (arungsejarah.com)

Sumber: Ahmad Yani, Islamisasi di Ajatappareng Abad XVI-XVII, dimuat di PUSAKA (Jurnal Khazanah Keagamaan) Vol. 8, No. 2, November 2020, hlmn.  191-210. Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Makassar.

****

(Lontarak Akkarungeng Sawitto. (no date). 

Andaya, Y. L. (2004) The Heritage of Arung Palakka: A History of South Sulawesi (Celebes) in yhe Seventeenth Century, terj. Nurhadi Simorok: Warisan Arung Palakka: Sejarah Sulawesi Selatan Abad ke-17. Makassar: Ininnawa. 

Anonim, Lontarak Alitta. (no date). 

Anonim, Lontarak Sukkuna Wajo. (no date). 

Bathuthah, M. bin A. R. I. B. fi G. Al-A. and Al-Asfaar., wa ‘A’jaim (2012) Muhammad Muchson & Khalifurrahan, Rihlah Ibnu Bathuthah Momoar Perjalanan Keliling Dunia di Abad Pertengahan. Jakarta: Al Kautsar. 

Dkk., K. (1985) Pengkajian Transliterasi dan Terjemahan Lontarak Bilang Raja Gowa-Tallok (Naskah Makassar). Makassar: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sulawesi Selatan La Galigo, 19985/1986. 

Fahimah Ilyas, H. (2011) Lontaraq Suqkuna Wajo; Telaah Ulang Awal Islamisasi di Wajo. Tangerang Selatan: LSIP . 

Latif, A. (2014) Para Penguasa Ajattappareng Suatu Refleksi Politik Orang Bugis. Yogyakarta: Ombak. 

Lontarak Rol 02 No. 02. (no date). Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. 

Pelras, C. (2006) The Bugis. Manusia Bugis. : terj. Abdul Rahman Abu dkk.,. Jakarta-Paris: Nalar bekerjasama dengan Forum. 

Rahim, H. A. R. (2011) Nilai-Nilai Utama Kebudayaan Bugis. Yogyakarta: OMBAK. 

Saprillah. (2014) Pengabdian Tanpa Batas: Biografi Anregurutta Haji Abdul Malik Muhammad. Makassar: Zahadaniva Publishing. 

Sewang, A. M. (2005) Islamisasi Kerajaan Gowa: Abad XVI Sampai Abad XVII. Jakarta.: Yayasan Obor. Tim Penyusun. (no date) 

Citra Pare-Pare Dalam Arsip. Makassar. 2014: : Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. 2014. 

Wardiah, H. (2017) ‘Peran Orang Arab Dalam Pendidikan Keagamaan di Kabupaten Maros’, Pusaka, 8. 

Wardiah, H. (2019) ‘Genelogi Intelektual Ulama Awal Abad XX di Kabupaten Bulukumba dan Bantaeng Sulawesi Selatan’, SMaRT, 5. 

Yani, A. (2014) ‘Pertemuan Sawerigading dengan Nabi Muhammad’, Shautul Adab. 

Yunus, A. R. (2015) “Nilai-Nilai Islam Dalam Budaya dan Kearifan Lokal (Konteks Budaya Bugis)”. Rihlah.