Kerajaan Sawitto dalam Lintas Sejarah (1)
Istana Kerajaan Sawitto |
KERAJAAN Sawitto merupakan salah satu kerajaan yang cukup besar pada zamannya, berdiri sekitar tahun 1350 atau pada pertengahan abad ke-14. Dalam buku Toponimi Daerah Pinrang Sebagai Sumber Sejarah yang ditulis Rosdiana Hafid disebutkan bahwa Kerajaan ini didirikan oleh seorang Tomanurung yang bernama Puang ri SompaE dan dia adalah seorang perempuan cantik. Beliau kemudian diketahui telah menikah dengan seorang Tomanurung dari Lawarangparang, Bacukiki yang bemama Labangenge.
Dari perkawinan beliau, lahirlah kemudian seorang anak yangbemama I Tamanroli yang sekaligus menjadi pengganti ayahandanya kelak menjadi raja kedua Kerajaan Sawitto. Pada pemerintahan I Tamanroli, wilayah kekuasaannya pernah mencapai daerah Pitu Babana Binanga dan Pitu Ulunna Salu.
Tetapi jauh sebelum Tomanurung Puang Ri Sompae memerintah di Kerajaan Sawitto, sebenarnya daerah ini telah diperintah oleh tiga orang yang bernama:
1] I Witto, seorang perempuan berasal dari daerah Bone,
2] Batara Tungka berasal dari Luwu,
3] Wa Campu, beliau berasal dari Belokka, dan raja inilah yang pertama kali memakai gelar arung. Beliau pula yang membuat beberapa aturan yang diberlakukan di Kerajaan Sawitto, terutama diberlakukan di dalam istananya.
I Tamanroli kemudian menikah dengan seorang lelaki yang tidak diketahui namanya dan melahirkan sepuluh orang anak. Anak beliau yang ketigabernama La Katu, dialah yang menjadi raja ketiga Kerajaan Sawitto menggantikan orang tuanya.
Perihal pemberian nama Sawitto untuk Kerajaan Sawitto menurut mitologi orang Sawitto sendiri menyatakan bahwa nama itu berasal dari nama salah seorang yang pernah memerintah kerajaan ini sejak awal berdirinya.
Nama itu adalah I Witto yang memerintah sebelum adanya Tohmanurung muncul di daerah ini. Kalau diterjemahkan ke dalam bahasa daerah setempat, maka Witto (tanpa kata awal I ) berarti "pemberani", yang kemudian dihubungkan dengan "banyak" atau sawe (bahasa Bugis).
Kalau kedua kata itu dihubungkan, maka akan berbunyi sawewitto yang artinya banyak orang pemberani. Dari kata tersebut, kemudian mengalami perubahan kata menjadi sawitto (kata we) dihilangkan sehingga menjadi Sawitto yang artinya banyak pemberani.
Kalau pengertian itu lalu dihubungkan dengan kondisi Kerajaan Sawitto pada saat itu, memang tidak dapat dipungkiri bahwa di kerajaan ini tempatnya para orang-orang pemberani. Kenyataan ini dapat dilihat ketika raja Sawitto yang bernama La Paleteang ditangkap oleh raja Gowa kemudian dibawa ke Gowa sebagai tawanan perang.
Berkat usaha seorang pemberani untuk membebaskan beliau dari tawanan orang Gowa. Pemberani itu bernama La Tolengo dan seorang temannya. La Talengo berangkat ke Gowa dan menjadi salah seorang pesuruh dalam istana Kerajaan Gowa. Proses menjadi seorang pembantu dalam istana kerajaan tidak diketahui bagaimana ceriteranya. Se-lama menjalankan tugasnya, La Talengo terus mencari jalan untuk membebaskan rajanya dan membawa kembali ke Kerajaan Sawitto.
Sambil menjalankan tugas sebagai pembantu di istana raja Gowa, La Talengo juga memikirkan bagaimana jalan keluarnya untuk mengambil rajanya untuk di bawa ke Kerajaan Sawitto. Suatu ketika raja Gowa bersama pem-besarnya akan mengadakan perburuan rusa di dalam hutan dan kesempatan itulah yang digunakan oleh La Tolengo untuk membebaskan rajanya.
Persiapan pun dilakukan La Talengo dengan jalan pergi ke pinggir pantai untuk melubangi semua dasar perahu yang ada di pinggir pantai, kecuali hanya satu yang tidak dirusak oleh La Talengo karena itulah yang akan dipergunakan nanti bersama tuannya untuk melarikan diri ke Sawitto.
Saat raja Gowa bersama pembesar dan sebagian pasukan kerajaan berangkat berburu rusa, La Talengo bersama tuannya segera pergi ke pinggir pantai dan naik ke atas sebuah perahu yang cukup bagus yang telah dipersiapkan sebelumnya, lalu berangkat menuju ke Sawitto.
Kalangan istana geger setelah mengetahui bahwa tawanan kerajaan yaitu raja Sawitto telah melarikan diri bersama seorang pembantu istana yang ternyata adalah suruhan dari pihak Kerajaan Sawitto untuk membebaskan rajanya yang ditawan oleh Kerajaan Gowa.
Raja Gowa murka dan memerintahkan semua pemilik perahu yang ada di Kerajaan Gowa agar segera mengejar pelarian dari Sawitto itu. Akan tetapi maksud itu terkendala karena semua perahu yang ada di pinggir pantai telah dirusak dan dilubangi dasarnya sehingga tidak bisa dipergunakan untuk melaut.
Raja Gowa sangat menyesal, terutama penerimaan La Talengo menjadi salah satu pembantu di istana padahal dia adalah musuh. Sementara ifu, La Talengo bersama tuannya semakin jauh dari perairan Kerajaar-r Gowa sehingga hal itu dianggap sudah aman dari kejaran pasukan Kerajaan Gowa, dan setelah beberapa hari lamanya berlayar maka sampailah beliau di perairan Kerajaan Sawitto.
Berita kedatangan La Talengo bersama rajanya segera tersiar sehingga berbondong-bondonglah masyarakat, pemuka masyarakat, hadat Kerajaan Sawitto dan pelaksana raja yang berkuasa untuk menjemput beliau.
Pada masa pemerintahan raja Sawitto yang ke-4 yaitu PaleteangngE atau La Pute Bulu, Kerajaan Sawitto mengalami kemajuan yang sangat pesat. Perkembangan dan kemajuan yang telah dicapai oleh Kerajaan Sawitto, membuat kerajaan-kerajaan lainnya berkeinginan untuk menguasainya. Kondisi tersebut disebabkan karena Kerajaan Sawitto sangat subur tanahnya, sehingga sangat cocok untuk lahan pertanian yang sangat baik.
Selain itu, Kerajaan Sawitto lewat rajanya yang bemama La Paleteang alias La Pute Bulu menjalin kerjasama dengan melakukan federasi dengan beberapa kerajaan. Federasi ini di ke-mudian hari dikenal dengan nama persekutuan limaE Ajattappareng yang beranggotakan lima buah kerajaan yaitu; Kerajaan Suppa, Sawitto, Alitta, Rappang dan Sidenreng.
Persekutuan LimaE Ajattappareng diadakan di daerah Kerajaan Suppa karena yang menjadi pionir terbentuknya persekutuan tersebut a dalah DatuSuppa, La MakkarawiE. Ketika pencetusan dan peresmian persekufuan itu, masing-masing kerajaan diwakili oleh: