Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Islamisasi di Ajatappareng Abad XVI-XVII (4)

PINRANG.ARUNGSEJARAH.COM - Islamisasi di Ajatappareng Abad XVI-XVII, Sejarah Suppa Tanah Dewatae, PINRANG.ARUNGSEJARAH.COM - Sejarah Kerajaan Letta dan Tondo Bunga, Kerajaan Batulappa dalam Lintas Sejarah, Kerajaan Sawitto dalam Lintas Sejarah, Sejarah Berdirinya Kabupaten Pinrang, Idwar Anwar, Asal mula nama Pinrang, Awal Mula Berdirinya Kabupaten Pinrang, Kerajaan Sawitto, Istana Kerajaan Sawitto, PINRANG.ARUNGSEJARAH.COM - Jejak Ulama Pinrang Diawal Abad XX, Gurutta Abdul Latif - Kiprah Ulama Pinrang Awal Abad XX, Sejarah Berdirinya Kabupaten Pinrang, Idwar Anwar, Asal mula nama Pinrang, Awal Mula Berdirinya Kabupaten Pinrang, Kerajaan Sawitto, Idwar Anwar
PINRANG.ARUNGSEJARAH.COM - Islamisasi di Ajatappareng Abad XVI-XVII (4).

BAHKAN SULTAN MAHMUD SYAH dari kesultanan Malaka (1424- 1450 M) telah menulis undang-undang bagi pelayar-pelayar lautan, berdasarkan keterangan-keterangan lisan dari orang-orang Bugis dan Makassar yang sering berlayar ke pulau Timor, Sumbawa, Aceh, Perlak, Singapura, Johor dan Malaka (Patunru, 1993: 10). 

Selain itu, menurut Champble dari Australia National University bahwa; keberadaan keramik-keramik China di Sulawesi Selatan, itu bukan orang China yang membawa ke daerah setempat, melainkan, orang-orang Bugislah yang membeli barang-barang tersebut di Philipina, Sumatera dan Malaka (wawancara dengan Champble Macknight dari Australia National University, 28, 01, 2016 di Samata). 

Jadi, berdasarkan fakta tersebut di atas, bisa dikatakan bahwa suku bangsa Bugis pada umumnya telah mengetahui bahwa agama Islam telah tersebar dan berkembang luas di berbagai wilayah di Nusantara, jauh sebelum datangnya tiga datuk dari Kota Tengah, Sumatera Barat (Patunru, 1995: 61). 

Agama Islam masuk di Sulawesi Selatan pada awalnya melalui jalur pelayaran dan perdagangan antara Selat Malaka dan Laut Banda di Maluku. 

Hal tersebut sangat rasional, mengingat semenanjung Sulawesi Selatan terletak di tengah-tengah jalur perdagangan antara Malaka di barat dan Maluku di Timur. 

Selain itu, masyarakat Bugis adalah pelaut ulung yang pada abad ke XV M. telah mengadakan kontak dengan daerah-daerah barat Nusantara seperti Malaka, Johor dan Aceh, bahkan pada abad ke XVI M sebelum daerah-daerah Sulawesi Selatan menerima Islam, salah seorang suku Bugis telah bermukim di Aceh dan menjadi pengasuh pondok pesantren di Kampung Rubeeh Aceh, sekaligus menjadi guru ngaji putra mahkota Sultan Iskandar Muda. Orang tersebut bernama Daeng Mansyur, orang Aceh menggelarinya Teungku di Bughieh (M. Akil, 2008: 29). 

Hubungan pelayaran antara Malaka, Johor dan Aceh menyebabkan pelaut-pelaut Bugis Sulawesi Selatan memulai kontak dengan Islam, karena negeri-negeri itu telah memeluk agama Islam. Selain berhubungan dengan daerah-daerah barat Nusantara, masyarakat Sulawesi Selatan juga banyak berhubungan dengan daerah timur Nusantara seperti Buton, Seram, Tidore dan Ternate yang telah memeluk agama Islam jauh sebelum masyarakat Sulawesi Selatan. 

Berangkat dari kenyataan tersebut, masyarakat Bugis secara umum dan masyarakat Ajatappareng secara khusus yang berhubungan dengan daerah luar telah mengetahui adanya orang-orang lain yang memeluk agama Islam, meskipun mereka kurang mempunyai kesadaran dan perhatian terhadap agama Islam. Hal inilah yang disebut tahap dimana Islam sudah masuk di Ajatappareng, yakni masuk pada pengetahuan masyarakat. 

Sebelumnya... Islamisasi di Ajatappareng Abad XVI-XVII (3) - Arung Pinrang (arungsejarah.com)

Sumber: Ahmad Yani, Islamisasi di Ajatappareng Abad XVI-XVII, dimuat di PUSAKA (Jurnal Khazanah Keagamaan) Vol. 8, No. 2, November 2020, hlmn.  191-210. Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Makassar.

****

(Lontarak Akkarungeng Sawitto. (no date). 

Andaya, Y. L. (2004) The Heritage of Arung Palakka: A History of South Sulawesi (Celebes) in yhe Seventeenth Century, terj. Nurhadi Simorok: Warisan Arung Palakka: Sejarah Sulawesi Selatan Abad ke-17. Makassar: Ininnawa. 

Anonim, Lontarak Alitta. (no date). 

Anonim, Lontarak Sukkuna Wajo. (no date). 

Bathuthah, M. bin A. R. I. B. fi G. Al-A. and Al-Asfaar., wa ‘A’jaim (2012) Muhammad Muchson & Khalifurrahan, Rihlah Ibnu Bathuthah Momoar Perjalanan Keliling Dunia di Abad Pertengahan. Jakarta: Al Kautsar. 

Dkk., K. (1985) Pengkajian Transliterasi dan Terjemahan Lontarak Bilang Raja Gowa-Tallok (Naskah Makassar). Makassar: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sulawesi Selatan La Galigo, 19985/1986. 

Fahimah Ilyas, H. (2011) Lontaraq Suqkuna Wajo; Telaah Ulang Awal Islamisasi di Wajo. Tangerang Selatan: LSIP . 

Latif, A. (2014) Para Penguasa Ajattappareng Suatu Refleksi Politik Orang Bugis. Yogyakarta: Ombak. 

Lontarak Rol 02 No. 02. (no date). Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. 

Pelras, C. (2006) The Bugis. Manusia Bugis. : terj. Abdul Rahman Abu dkk.,. Jakarta-Paris: Nalar bekerjasama dengan Forum. 

Rahim, H. A. R. (2011) Nilai-Nilai Utama Kebudayaan Bugis. Yogyakarta: OMBAK. 

Saprillah. (2014) Pengabdian Tanpa Batas: Biografi Anregurutta Haji Abdul Malik Muhammad. Makassar: Zahadaniva Publishing. 

Sewang, A. M. (2005) Islamisasi Kerajaan Gowa: Abad XVI Sampai Abad XVII. Jakarta.: Yayasan Obor. Tim Penyusun. (no date) 

Citra Pare-Pare Dalam Arsip. Makassar. 2014: : Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. 2014. 

Wardiah, H. (2017) ‘Peran Orang Arab Dalam Pendidikan Keagamaan di Kabupaten Maros’, Pusaka, 8. 

Wardiah, H. (2019) ‘Genelogi Intelektual Ulama Awal Abad XX di Kabupaten Bulukumba dan Bantaeng Sulawesi Selatan’, SMaRT, 5. 

Yani, A. (2014) ‘Pertemuan Sawerigading dengan Nabi Muhammad’, Shautul Adab. 

Yunus, A. R. (2015) “Nilai-Nilai Islam Dalam Budaya dan Kearifan Lokal (Konteks Budaya Bugis)”. Rihlah.