Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Islamisasi di Ajatappareng Abad XVI-XVII (5)

PINRANG.ARUNGSEJARAH.COM - Islamisasi di Ajatappareng Abad XVI-XVII, Sejarah Suppa Tanah Dewatae, PINRANG.ARUNGSEJARAH.COM - Sejarah Kerajaan Letta dan Tondo Bunga, Kerajaan Batulappa dalam Lintas Sejarah, Kerajaan Sawitto dalam Lintas Sejarah, Sejarah Berdirinya Kabupaten Pinrang, Idwar Anwar, Asal mula nama Pinrang, Awal Mula Berdirinya Kabupaten Pinrang, Kerajaan Sawitto, Istana Kerajaan Sawitto, PINRANG.ARUNGSEJARAH.COM - Jejak Ulama Pinrang Diawal Abad XX, Gurutta Abdul Latif - Kiprah Ulama Pinrang Awal Abad XX, Sejarah Berdirinya Kabupaten Pinrang, Idwar Anwar, Asal mula nama Pinrang, Awal Mula Berdirinya Kabupaten Pinrang, Kerajaan Sawitto, Idwar Anwar
PINRANG.ARUNGSEJARAH.COM - Islamisasi di Ajatappareng Abad XVI-XVII (5).

b. Tahap kedua 

KALAU rujukannya pada kedatangan orang Islam dari luar ke Ajatappareng, tentu tidak terlepas dari kehadiran orang-orang Melayu dan Arab di daerah setempat. Mengingat pada abad ke XVI M. terdapat sebuah kesultanan Melayu paling berjaya di semenanjung Malaya, kesultanan itu bernama Malaka. Kejayaan Kesultanan Malaka dapat dilihat pada kemampuannya mengontrol Selat Malaka, yang merupakan jalur utama lalu-lintas perdagangan dunia pada masa tersebut. 

Selat Malaka inilah yang menghubungkan antara pelayaran dan perdagangan dari Tiongkok dan Nusantara ke India, Laut Tengah dan sebaliknya. Dengan letaknya yang strategis, yang menjadi persinggahan pelayar dan pedagang, menjadikan Kesultanan Malaka mengalami kesejahteraan yang luar biasa. Pada masa kejayaannya, terdapat empat syahbandar yang mengurusi masalah perdagangan di pelabuhan Malaka (Hamid, 2013: 99). 

Bandingkan dengan Kesultanan Makassar pada masa kejayaannya di abad ke XVII M hanya terdapat dua syahbandar yang mengurusi para pelayar dan pedagang yang berlabuh di pelabuhan Somba Opu, tetapi kesultanan Malaka duakali lipat dibandingkan kesultanan Makassar. Namun, kejayaan dan kesejahteraan Kesultanan Malaka tidak berlangsung lama, karena kedatangan bangsa Eropa di Nusantara, yang dimulai pada abad ke XVI M. 

Bahkan pada tahun 1511 M. Portugis dibawah pimpinan Vasco de Gama menaklukkan Kesultanan Malaka, maka hancurlah kesultanan Melayu tersebut dibawah Portugis yang punya semangat imprealisme dan gospel (tugas untuk menyebarkan agama Kristen). 

Dengan hancurnya kesultanan Malaka oleh Portugis, maka sebagai imbas dari peristiwa tersebut, terjadilah eksodus orang Melayu ke berbagai daerah pesisir di Nusantara. Salah satu daerah yang menjadi tujuan mereka adalah pantai pesisir barat Pulau Sulawesi, seperti Bacukiki Suppa dan Sawitto. Bacukiki Suppa dan Sawitto merupakan kawasan pelabuhan utama kerajaan Ajatappareng, di daerah baru tersebutlah pedagang-pendatang Melayu memulai kehidupan baru mereka (Latif, 2014: 10).

Kedatangan mereka di kawasan Ajatappareng, bukanlah datang begitu saja tanpa tujuan yang jelas, mengingat orang-orang Melayu sangat identik dengan penganut agama Islam yang fanatik. Bahkan, setiap penyebaran agama Islam di Nusantara tidak terlepas dari peranan orang-orang Melayu, mengapa demikian? 

Karena merekalah yang mula-mula bersentuhan dan menganut agama Islam di Nusantara, karena mereka bertempat tinggal di pintu utama yang menghubungkan Nusantara dengan dunia Arab yang merupakan negeri asal agama Islam. 

Bahkan kesultanan Islam pertama yang berdiri di Nusantara, itu terletak di pesisir Selat Malaka seperti Kesultanan Samudera Pasai dan Kesultanan Malaka. Penduduk dari kesultanan-kesultanan tersebut merupakan suku bangsa Melayu. 

Kehadiran eksodus-eksodus Melayu di kawasan pesisir Ajatappareng pasca kejatuhan Malaka pada tahun 1511 M. memiliki maksud ganda, selain berdagang juga ingin menyebarkan agama Islam kepada masyarakat Ajatappareng. Bagi pendatang-pendatang Melayu tersebut menyampaikan risalah agama Islam merupakan sebuah tugas suci bagi setiap orang Islam, sebagaimana perintah Nabi Muhammad saw. dalam sebuah hadits sebagai berikut:

لغوا عني ولو اية (رواه البخار)

Artinya: Sampaikanlah dariku meskipun satu ayat (HR: Bukhari). 

Selain orang-orang Melayu, orang-orang Arab juga terdapat di Ajatappareng. Bahkan sampai sekarang ini masih dapat ditemui keturunan keturunan Arab di daerah setempat. Diantara marga-marga keturunan Arab yang masih ada sampai sekarang di daerah setempat yaitu marga Mathar, marga Shihab dan marga Bin Diyab. 

Kehadiran orang-orang Arab di daerah setempat membawa pengaruh dalam islamisasi, mengingat orang Arab sangat fanatik dengan agama Islam dan mereka ahli dalam dakwah Islam. Diantara keturunan Arab yang punnya andil dalam islamisasi di Ajatappareng adalah Syekh Ali Mathar, bahkan namanya diabadikan sebagai nama jalan di Kota Rappang, Kabupaten Sidenreng Rappang. 

Kontak antara orang Melayu dan Arab sebagai pendatang dengan penduduk setempat memberikan pengaruh kepada orang Bugis yang merupakan penduduk asli Ajatappareng, termasuk pengaruh dalam hal kepercayaan. 

Masyarakat yang menerima pengaruh Islam pada waktu itu adalah masyarakat yang tinggal di daerah pesisir pantai. Atas kondisi tersebut, Islam pada waktu itu hanya menjadi agama rakyat dan bukan agama penguasa atau kerajaan. Sebagai agama rakyat, Islam hanya dianut oleh minoritas kecil masyarakat pesisir pantai yang menjadi pusat perdagangan dengan dunia luar. 

Sebelumnya... Islamisasi di Ajatappareng Abad XVI-XVII (4) - Arung Pinrang (arungsejarah.com)

Sumber: Ahmad Yani, Islamisasi di Ajatappareng Abad XVI-XVII, dimuat di PUSAKA (Jurnal Khazanah Keagamaan) Vol. 8, No. 2, November 2020, hlmn.  191-210. Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Makassar.

****

(Lontarak Akkarungeng Sawitto. (no date). 

Andaya, Y. L. (2004) The Heritage of Arung Palakka: A History of South Sulawesi (Celebes) in yhe Seventeenth Century, terj. Nurhadi Simorok: Warisan Arung Palakka: Sejarah Sulawesi Selatan Abad ke-17. Makassar: Ininnawa. 

Anonim, Lontarak Alitta. (no date). 

Anonim, Lontarak Sukkuna Wajo. (no date). 

Bathuthah, M. bin A. R. I. B. fi G. Al-A. and Al-Asfaar., wa ‘A’jaim (2012) Muhammad Muchson & Khalifurrahan, Rihlah Ibnu Bathuthah Momoar Perjalanan Keliling Dunia di Abad Pertengahan. Jakarta: Al Kautsar. 

Dkk., K. (1985) Pengkajian Transliterasi dan Terjemahan Lontarak Bilang Raja Gowa-Tallok (Naskah Makassar). Makassar: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sulawesi Selatan La Galigo, 19985/1986. 

Fahimah Ilyas, H. (2011) Lontaraq Suqkuna Wajo; Telaah Ulang Awal Islamisasi di Wajo. Tangerang Selatan: LSIP . 

Latif, A. (2014) Para Penguasa Ajattappareng Suatu Refleksi Politik Orang Bugis. Yogyakarta: Ombak. 

Lontarak Rol 02 No. 02. (no date). Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. 

Pelras, C. (2006) The Bugis. Manusia Bugis. : terj. Abdul Rahman Abu dkk.,. Jakarta-Paris: Nalar bekerjasama dengan Forum. 

Rahim, H. A. R. (2011) Nilai-Nilai Utama Kebudayaan Bugis. Yogyakarta: OMBAK. 

Saprillah. (2014) Pengabdian Tanpa Batas: Biografi Anregurutta Haji Abdul Malik Muhammad. Makassar: Zahadaniva Publishing. 

Sewang, A. M. (2005) Islamisasi Kerajaan Gowa: Abad XVI Sampai Abad XVII. Jakarta.: Yayasan Obor. Tim Penyusun. (no date) 

Citra Pare-Pare Dalam Arsip. Makassar. 2014: : Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. 2014. 

Wardiah, H. (2017) ‘Peran Orang Arab Dalam Pendidikan Keagamaan di Kabupaten Maros’, Pusaka, 8. 

Wardiah, H. (2019) ‘Genelogi Intelektual Ulama Awal Abad XX di Kabupaten Bulukumba dan Bantaeng Sulawesi Selatan’, SMaRT, 5. 

Yani, A. (2014) ‘Pertemuan Sawerigading dengan Nabi Muhammad’, Shautul Adab. 

Yunus, A. R. (2015) “Nilai-Nilai Islam Dalam Budaya dan Kearifan Lokal (Konteks Budaya Bugis)”. Rihlah.