Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sejarah Suppa Tanah Dewatae (1)

Sejarah Suppa Tanah Dewatae, PINRANG.ARUNGSEJARAH.COM - Sejarah Kerajaan Letta dan Tondo Bunga, Kerajaan Batulappa dalam Lintas Sejarah, Kerajaan Sawitto dalam Lintas Sejarah, Sejarah Berdirinya Kabupaten Pinrang, Idwar Anwar, Asal mula nama Pinrang, Awal Mula Berdirinya Kabupaten Pinrang, Kerajaan Sawitto, Istana Kerajaan Sawitto

PINRANG.ARUNGSEJARAH.COM - Sejarah Suppa Tanah Dewatae (1).

DI KALA sinar surya memancar di ufuk timur di atas deretan gunung yang berjejer melintang dari Utara ke Selatan menyinari daerah yang subur ditumbuhi padi yang menghijau di atas tanah persawahan, serta empang dan laut yang mengandung berbagai jenis ikan, kawan nasi makanan penduduk yang tinggal di daerah itu. Demikian diceritakan Rosdiana Hafid, (2012) dalam bukunya Toponimi Daerah Pinrang Sebagai Sumber Sejarah.

Selanjutnya diungkapkan, konon daerah itu dahulu hanya merupakan laut, di sana sini bermunculan daratan kecil yang didiami oleh beberaPa orang saja. Namun karena kehendak Dewata, menurut kepercayaan orang-orang tua yang merupakan peninggalan kepercayaan lama, daerah itu tersembur keluar, entah karena pengaruh air laut yang pasang surut, sehingga terbentuklah suatu daerah yang penuh dengan histori. Ini ditandai oleh kampung-kampung yang berbagai ragam namanya sesuai dengan kejadiannya masing masing. 

Daerah itu dahulu merupakan suatu keraiaan besar di Ujung Thppareng dan diperintah oleh seorang Datu keturunan Mangkau dari Bone. Daerahnya meliputi Suppa, Parepare sampai Tanete Barru. Karena kedatangan Belanda yang bercokol di Pare-pare, maka keraiaan ini terpecah menjadi dua kerajaan yaitu Kerajaan Suppa dan Kerajaan Mallusettasi yang merupakan politik adu domba penjajah Belanda semata. 

Menjelang Proklamasi Kemerdekaan Negara Republik Indonesia yang kita cintai, penduduk daerah ini bangkit mempertahankan kemerdekaan, dengan penuh semangat perjuangan tanpa memperhitungkan pengorbanan harta dan jiwanya. Mereka memilih "lebih baik mati daripada hidup diperintah penjajah Belanda". Hal ini mengakibatkan terjadinya aksi teror di ibukota daerah itu (Majennang). 

Mengalirlah darah patriot di halaman sebuah kantor di pinggir jalan kecil, sebagai saksi bahwa kenyataan itu ditandai dengan munculnya batu-batu nisan para syuhada yang gugur akibat perbuatan kekejaman penjajah Belanda yang tak berperikemanusiaan. 

Tempat ini dapat pula dikenal dengan harumnya bunga Kamboja yang setiap saat berguguran bagaikan air mata bercucuran membasahi persada nusantara yang tercinta. Semuanya ini turut menjadi saksi bahwa jasa mereka tak akan terlupakan. 

Pengorbanan rakyat dengan gugurnya lebih dari dua ratus pahlawan bangsa dalam sehari itu, hanyalah merupakan sekelumit dari pengorbanan kalau dibanding dengan istilah Korban Empat Puluh Ribu Jiwa di Sulawesi Selatan. Namun daerah ini tak terlupakan sebagai basis perjuangan di bagian utara Sulawesi Selatan. 

Semangat perjuangan membakar hati rakyat bersama rajanya yang turut gugur sebagai pahlawan yaitu; Andi Abdullah Bau Massepe Datu Lolo dan Andi Makkasau Datu Toa. Setelah kedaulatan Republik Indonesia diakui oleh Belanda, maka daerah ini berubah statusnya menjadi satu daerah Swapraja kemudian menjadi satu kecamatan, itulah Kecamatan Suppa, Suppa Tansh Dewatae. 

Kata Suppa mungkin diambil dari cerita kejadiannya yaitu kata Subba atau yang kemudian huruf BB dilebur menjadi PP sehingga kata Subba menjadi Suppa. 

Istilah Suppa Tannh Deu;atae tetap terpendam dan berurat berakar di hati orang-orang tua, utamanya diibukota Kecamatan Suppa yaitu di Majennang. Dewasa ini di Majennang masih terpelihara suatu pemujaan, namanya ialah arajang. 

Menurut keyakinan orang-orang yang mempercayainya bahwa asal pemujaan itu adalah dewata yang turun dari kayangan dan tinggal menetap di Suppa. 

Kedatangan Arajang ini bersama dengan munculnya daerah ini. Daerah-daerah yang dianggap tempat kediaman para keluarga arajang ini, di sana masih tetap dihormati oleh orang tua-tua. Hal ini dapat dibuktikan ketika penduduk Suppa mengadakan acara Mappalili sebehrn turun sawah. Acara Mappalili ini diadakan secara tradisional di Kecamatan Suppa. 

Kebiasaan yang dilakukan oleh penduduk ketika mappnlili yait.t mengadakan penghormatan kepada Dewata dan memohon berkat kepadanya. Acara ini dimulai dengan pemukulan gendang tiga satu "alias Genrang Tellu". 

Untuk memeriahkan acara ini penduduk mengadakan pemotongan kerbau yang besar, yang lasim adalah kerbau hitam. 

Sebelum dipotong, terlebih dahulu kerbau itu diarak berkeliling diikuti dengan pemukulan gendang yaitu gendang tiga atau "Gendrang Tellu" atau Gong melalui tempat-tempat yang dianggap kediaman para keluarga Arajang Manurungnge ri Suppa. 

Sumber: Rosdiana Hafid, (2012). Toponimi Daerah Pinrang Sebagai Sumber Sejarah. Makassar: La Macca.

****

Abduh, Muh. dkk., 7985. Sejarah Pulawanan Terhndap lmperialisme dan Kolonialisme di Sulnuesi Selatan. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional. 

Abduh, Muh. dkk., 7985. Ceritera Rakyat Sulawesi Selatan. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 

Asba, A.Rasyid.2010. Kerajaan Nepo: Sebuah Kearifan Lokal Dalam Sistem Politik Tradisional Bugis, Di Kabupaten Barru. Jokyakarta: Ombak. 

Asba,A.Rasyid. Gerakan Sosial di Tanah Bugis; Raja Tanete La Patau Menantang Belanda. Jokyakarta: Ombak. 

Anonim, 1989. Selayang Pandang Kabupaten Pinrang. Pinrang: Pemda Tingkat II. 

Cindy Adam. Bung Knrno,Penyambung Lidah Rakyat Indonesin. Jakarta: Jambatan 

Danasasmita, Saleh, 1983-1984. Rintisan P enelusur an Masa Silam Sejarah lawa Barat, Bandung: Proyek Penerbitan Sejarah Jawa Barat Pemda Jawa Barat. 

Gising, Basrah. 2002. Sejarah Kuajaan Tanete. Makassar: Samajaya. 

Gonggrijp, G, 1949. Sejarah Sosial Ekonomi Hindia Belanda (terjemahan). 

Harahap, Parada. 7952. Rangkaian Tanah Air Tornja. Bandung : W. Van Hoeve. 

Hamid, Pananrangi. 1986. Dampak Modernisasi Terhndap Hubungan Kekerabatan Dnerah Sulawesi Selatan. Jakarta : Depdikbud. 

Hamida, Sitti. 1996. Sejarah Kecamatan Rantepao Kabupaten Tana Toraja

Kartakusumah, Richardiana, 1990. Prasasti-Prasasti Galuh Pakuan di laut Barat Abad ke 14-16 Masehi. Naskah Seminar Galuh II. Bandung: Tasikmalaya. 

Kobong, dkk. 1983. Filsafat Hidup Orang Toraja. Ujung Pandang : Institut Theologia Gereja Toraja. 

Kila, Syahrir. 1997. Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Republik lndonesia (Bunga Rampai Sejarah dan Budaya). Ujung Pandang : Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Ujung Pandang. 

Kila, Syahrir. 7998. Sejarah Islam di Pinrang (Bunga Rampai Sejarah dan Budaya). Ujung Pandang : Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Ujung Pandang. 

Poelinggomang, Edward,L. 2005. Sejarah Tanete; Dari Agangnionjo Hingga Kabuputen Barru. Pemerintah Kabupaten Barru (laporan penelitian). 

Poelinggomang, Edward, L. 2004. Sejarah Sulawesi Selatan Jilid I. Makassar : Pemda Sulawesi Selatan kerjasama Balitbangda. 

Rasyid, Darwas. 7995. Sejarah Daerah Kabupaten Bnrru. Ujung Pandang: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional. 

Swastiwi, Anastasia Wiw ik. 2010. Toponimi Daerah Natuna. Tanjung Pinang : Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tiadisional. 

Walinono, Hasan. Tanete; Suatu Studi Sosiologi Politik. Ujung Pandang : Disertasi Doktor pada Pasca-sarjana Universitas Hasanuddin.