Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Islamisasi di Ajatappareng Abad XVI-XVII (12)

PINRANG.ARUNGSEJARAH.COM - Islamisasi di Ajatappareng Abad XVI-XVII, Sejarah Suppa Tanah Dewatae, PINRANG.ARUNGSEJARAH.COM - Sejarah Kerajaan Letta dan Tondo Bunga, Kerajaan Batulappa dalam Lintas Sejarah, Kerajaan Sawitto dalam Lintas Sejarah, Sejarah Berdirinya Kabupaten Pinrang, Idwar Anwar, Asal mula nama Pinrang, Awal Mula Berdirinya Kabupaten Pinrang, Kerajaan Sawitto, Istana Kerajaan Sawitto, PINRANG.ARUNGSEJARAH.COM - Jejak Ulama Pinrang Diawal Abad XX, Gurutta Abdul Latif - Kiprah Ulama Pinrang Awal Abad XX, Sejarah Berdirinya Kabupaten Pinrang, Idwar Anwar, Asal mula nama Pinrang, Awal Mula Berdirinya Kabupaten Pinrang, Kerajaan Sawitto, Idwar Anwar Ilustrasi Ilustrasi Ilustrasi Ilustrasi
Ilustrasi
PINRANG.ARUNGSEJARAH.COM
 - Islamisasi di Ajatappareng Abad XVI-XVII (12). 

CAPPU'NITU ada tongeng-tongengngé ri laleng asellengeng\ narékko engka paseng rimunrinnaé ada torimunritomanitu .((Lontarak Akkarungeng Sawitto., no date, p. 3)

Artinya: Telah habis kebenaran dalam agama Islam (Islam adalah agama yang membawa kebenaran terakhir), jika masih ada pesan di belakangnya, maka itu hanya perkataan orang-orang yang muncul kemudian.

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa penetapan tahun masuknya Islam di Ajatappareng yaitu Alitta pada tahun 1603 M bersamaan dengan syahadatnya raja Gowa, Sidenreng-Rappeng, Suppa dan Sawitto masing-masing pada tahun 1607 M pasca perang Pakkennya dan Tammapalo. 

Penerimaan Islam ini dimaksudkan sebagai islamisasi pada birokrasi pemerintahan. Sebab tidak menutup kemungkinan adanya masyarakat dari daerah setempat yang telah memeluk agama Islam sebelum tahun tersebut, atau sebelum kedatanagn tiga datuk dari Minangkabawu. Hal ini bisa saja terjadi karena beberapa indikasi sebagai berikut:

Pertama, kontak pelayaran dan perdagangan masyarakat Bugis Ajatappareng dengan daerah-daerah lainnya di Nusantara yang telah terlebih dahulu memeluk Islam. Mengingat masyarakat Bugis menurut Christian Pelras adalah masyarakat yang gemar melakukan perantauan dan pelayaran ke seluruh daerah di Nusantara, dari Semenanjung Melayu dan Singapura hingga pesisir barat Papua, dari Filiphina Selatan dan Kalimantan Utara hingga Nusatenggara (Pelras, 2006, p. 5).

Kedua, pada tahun 1511 M. bangsa Portugis telah menaklukkan Kesultanan Islam Malaka yang berakibat banyaknya eksodus Melayu yang berdatangan ke Ajatappareng. Kedatangan mereka ke daerah setempat bukan hanya untuk mencari tempat yang aman untuk berdagang. Namun, mereka juga aktif menyebarkan agama Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin.

Ketiga, kehadiran pedagang-pedagang Arab di daerah setempat. Pengaruh kebudayaan Arab sangat besar terhadap kebudayaan lokal masyarakat Ajatappareng dibandingkan daerah lainnya di Sulawesi Selatan. Salah satu buktinya adalah pada bidang kesenian terdapat sebuah tarian yang disebut tari jeppeng yang masih eksis dipertahankan oleh masyarakat setempat. 

Tarian ini biasa dilakukan untuk menyambut tamu undangan, dipakai juga untuk mengisi acara-acara yang bernuansa kegembiraan misalnya; pengantin, khitanan dan syukuran kelahiran bayi. Tari jeppéng merupakan tarian khas padang pasir ini dibawa oleh saudagar-saudagar Arab ke Nusantara, yang kala itu masuk di daerah setempat pada abad ke XVI M (Tim Penyusun., no date, p. 15). 

Ketika mereka berbaur dengan masyarakat lokal tradisi yang mereka bawa dari kampung halamannya menjadi ciri khas tersendiri, sebahagian tetap terpelihara dan ada pula yang usang oleh pergeseran waktu dan tempat ataupun tetap bertahan hingga sekarang. Tetapi yang pasti sebagian diantara mereka membawa misi dakwah di bumi Nusantara hingga membentuk lembaga Pendidikan formal maupun non formal. (Wardiah, 2017). 

Bahkan, sampai sekarang di bekas wilayah kerajaan Ajatappareg banyak ditemuai keturunan Arab sebagimana yang telah disebutkan pada pembahasan sebelumnya. Sedikit ke arah timur Ajatappareng yakni Wajo terdapat makam seorang habib yang bernama Syekh Jamaluddin al-Husain, beliau adalah generasi kesembilan belas dari Nabi Muhammad Saw. yang datang ke Tanah Bugis pada abad ke XIV M (Fahimah Ilyas, 2011, pp. 11–12). 

Keteduhan dalam nilai-nilai ajaran Islam di transmisikan oleh para ulama dengan cara yang santun.(Wardiah, 2019, p. 192) Sehingga diduga bahwa keyakinan monoteistik tentang Tuhan Yang Maha Esa (Dewata Séuwaé) itu pengaruh dari Islam ratusan tahun sebelum islamisasi tiga adatuk dari Minangkabau pada abad ke XVII M karena dalam teks La Galigo tidak menyebutkan adanya Tuhan Yang Tunggal, yang ada hanya dewa yang memiliki anak yang menghuni dunia atas (boting langi) dan laut (Saprillah., 2014, pp. 11–12).

Sumber: Ahmad Yani, Islamisasi di Ajatappareng Abad XVI-XVII, dimuat di PUSAKA (Jurnal Khazanah Keagamaan) Vol. 8, No. 2, November 2020, hlmn.  191-210. Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Makassar.

****

(Lontarak Akkarungeng Sawitto. (no date). 

Andaya, Y. L. (2004) The Heritage of Arung Palakka: A History of South Sulawesi (Celebes) in yhe Seventeenth Century, terj. Nurhadi Simorok: Warisan Arung Palakka: Sejarah Sulawesi Selatan Abad ke-17. Makassar: Ininnawa. 

Anonim, Lontarak Alitta. (no date). 

Anonim, Lontarak Sukkuna Wajo. (no date). 

Bathuthah, M. bin A. R. I. B. fi G. Al-A. and Al-Asfaar., wa ‘A’jaim (2012) Muhammad Muchson & Khalifurrahan, Rihlah Ibnu Bathuthah Momoar Perjalanan Keliling Dunia di Abad Pertengahan. Jakarta: Al Kautsar. 

Dkk., K. (1985) Pengkajian Transliterasi dan Terjemahan Lontarak Bilang Raja Gowa-Tallok (Naskah Makassar). Makassar: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sulawesi Selatan La Galigo, 19985/1986. 

Fahimah Ilyas, H. (2011) Lontaraq Suqkuna Wajo; Telaah Ulang Awal Islamisasi di Wajo. Tangerang Selatan: LSIP . 

Latif, A. (2014) Para Penguasa Ajattappareng Suatu Refleksi Politik Orang Bugis. Yogyakarta: Ombak. 

Lontarak Rol 02 No. 02. (no date). Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. 

Pelras, C. (2006) The Bugis. Manusia Bugis. : terj. Abdul Rahman Abu dkk.,. Jakarta-Paris: Nalar bekerjasama dengan Forum. 

Rahim, H. A. R. (2011) Nilai-Nilai Utama Kebudayaan Bugis. Yogyakarta: OMBAK. 

Saprillah. (2014) Pengabdian Tanpa Batas: Biografi Anregurutta Haji Abdul Malik Muhammad. Makassar: Zahadaniva Publishing. 

Sewang, A. M. (2005) Islamisasi Kerajaan Gowa: Abad XVI Sampai Abad XVII. Jakarta.: Yayasan Obor. Tim Penyusun. (no date) 

Citra Pare-Pare Dalam Arsip. Makassar. 2014: : Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. 2014. 

Wardiah, H. (2017) ‘Peran Orang Arab Dalam Pendidikan Keagamaan di Kabupaten Maros’, Pusaka, 8. 

Wardiah, H. (2019) ‘Genelogi Intelektual Ulama Awal Abad XX di Kabupaten Bulukumba dan Bantaeng Sulawesi Selatan’, SMaRT, 5. 

Yani, A. (2014) ‘Pertemuan Sawerigading dengan Nabi Muhammad’, Shautul Adab. 

Yunus, A. R. (2015) “Nilai-Nilai Islam Dalam Budaya dan Kearifan Lokal (Konteks Budaya Bugis)”. Rihlah.