Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Islamisasi di Ajatappareng Abad XVI-XVII (2)

PINRANG.ARUNGSEJARAH.COM - Islamisasi di Ajatappareng Abad XVI-XVII, Sejarah Suppa Tanah Dewatae, PINRANG.ARUNGSEJARAH.COM - Sejarah Kerajaan Letta dan Tondo Bunga, Kerajaan Batulappa dalam Lintas Sejarah, Kerajaan Sawitto dalam Lintas Sejarah, Sejarah Berdirinya Kabupaten Pinrang, Idwar Anwar, Asal mula nama Pinrang, Awal Mula Berdirinya Kabupaten Pinrang, Kerajaan Sawitto, Istana Kerajaan Sawitto, PINRANG.ARUNGSEJARAH.COM - Jejak Ulama Pinrang Diawal Abad XX, Gurutta Abdul Latif - Kiprah Ulama Pinrang Awal Abad XX, Sejarah Berdirinya Kabupaten Pinrang, Idwar Anwar, Asal mula nama Pinrang, Awal Mula Berdirinya Kabupaten Pinrang, Kerajaan Sawitto, Idwar Anwar
PINRANG.ARUNGSEJARAH.COM - Islamisasi di Ajatappareng Abad XVI-XVII (2).

AWAL ISLAMISASI di Ajatappareng, ini tidak dapat dipisahkan dari jalur pelayaran dan perdagangan yang terbentang pada pusat lalu lintas pelayaran dunia di Malaka, Jawa dan Maluku. Di mana masyarakat Ajatappareng melakukan kontak pelayaran dan perdagangan dengan negeri-negeri yang terlebih dahulu memeluk Islam. 

Tahap tersebut merupakan tahap pengenalan atau kontak dengan orang Islam. Kemudian, wilayah Ajatappareng didatangi oleh para pedagang Muslim juga merupakan tahap islamisasi lanjutan. Sejak abad XVI M telah banyak pedagang-pedagang muslim yang bertempat tinggal di daerah pesisir Ajatappareng seperti Bacukiki Suppa dan Sawitto dan mengalami perkembangan setelah Malaka jatuh di tangan Portugis pada tahun 1511 M. 

Diantara para pedagang tersebut, yang telah bertempat tinggal di Ajatappareng adalah pedagang Melayu dan pedagang Arab. Bahkan sampai sekarang ini masih dapat ditemui keturunan-keturunan Arab dan Melayu di daerah setempat. 

Diantara marga-marga keturunan Arab yang masih ada sampai sekarang di daerah setempat yaitu marga Mathar, marga Shihab dan marga Bin Diab. Sedangkan diantara keturunan Melayu yang paling menonjol, sebutlah Incek Nur Hayati (ibu Syahrul Yasin Limpo, gubernur Sulawesi Selatan). 

Kedatangan orang-orang Arab dan Melayu di kawasan Ajatappareng, bukan datang begitu saja tanpa tujuan yang jelas, mengingat kedua suku bangsa tersebut sangat identik dengan agama Islam. Bahkan setiap penyebaran Islam di dunia pada awalnya tidak terlepas dari peranan orang-orang Arab karena dari negeri merekalah agama Islam diturunkan. 

Dalam perkembangan islam di Ajatappareng ini ditangani langsung oleh raja-raja yang didampingi oleh para ulama, sehingga syariat Islam berjalan bersama-sama dengan adat istiadat masyarakat setempat. Ulama penyebar Islam mendapat perlindungan dari raja, di lain sisi juga mendapat pengawasan langsung, agar adat dengan syariat Islam tidak terjadi pertentangan yang dapat mengganggu ketentraman masyarakat. 

Agama Islam kemudian cepat diterima dan tersebar kepada masyarakat Ajatappareng karena beberapa sebab, diantaranya adalah adanya persamaan konsep ketuhanan masyarakat Bugis di Ajatappareng dengan konsep tauhid dalam Islam, masing-masing meyakini bahwa Tuhan itu esa. 

Bahkan, kalau ditelusuri naskah-naskah klasik masyarakat Bugis ditemukan informasi bahwa para penyebar Islam tidak membawa atau mengajarkan tentang konsepsi ketuhanan kecuali menegaskan kembali dari kepercayaan lama masyarakat Bugis yang meyakini tentang Déwata Séuwaé (Dewa Yang Maha Esa) yang selanjutnya diganti penyebutannya menjadi Allah Ta’ala (Lontarak Akkarungeng Sawitto., no date, p. 142). 

Sebelumnya... Islamisasi di Ajatappareng Abad XVI-XVII (1) - Arung Pinrang (arungsejarah.com)

Sumber: Ahmad Yani, Islamisasi di Ajatappareng Abad XVI-XVII, dimuat di PUSAKA (Jurnal Khazanah Keagamaan) Vol. 8, No. 2, November 2020, hlmn.  191-210. Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Makassar.

****

(Lontarak Akkarungeng Sawitto. (no date). 

Andaya, Y. L. (2004) The Heritage of Arung Palakka: A History of South Sulawesi (Celebes) in yhe Seventeenth Century, terj. Nurhadi Simorok: Warisan Arung Palakka: Sejarah Sulawesi Selatan Abad ke-17. Makassar: Ininnawa. 

Anonim, Lontarak Alitta. (no date). 

Anonim, Lontarak Sukkuna Wajo. (no date). 

Bathuthah, M. bin A. R. I. B. fi G. Al-A. and Al-Asfaar., wa ‘A’jaim (2012) Muhammad Muchson & Khalifurrahan, Rihlah Ibnu Bathuthah Momoar Perjalanan Keliling Dunia di Abad Pertengahan. Jakarta: Al Kautsar. 

Dkk., K. (1985) Pengkajian Transliterasi dan Terjemahan Lontarak Bilang Raja Gowa-Tallok (Naskah Makassar). Makassar: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sulawesi Selatan La Galigo, 19985/1986. 

Fahimah Ilyas, H. (2011) Lontaraq Suqkuna Wajo; Telaah Ulang Awal Islamisasi di Wajo. Tangerang Selatan: LSIP . 

Latif, A. (2014) Para Penguasa Ajattappareng Suatu Refleksi Politik Orang Bugis. Yogyakarta: Ombak. 

Lontarak Rol 02 No. 02. (no date). Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. 

Pelras, C. (2006) The Bugis. Manusia Bugis. : terj. Abdul Rahman Abu dkk.,. Jakarta-Paris: Nalar bekerjasama dengan Forum. 

Rahim, H. A. R. (2011) Nilai-Nilai Utama Kebudayaan Bugis. Yogyakarta: OMBAK. 

Saprillah. (2014) Pengabdian Tanpa Batas: Biografi Anregurutta Haji Abdul Malik Muhammad. Makassar: Zahadaniva Publishing. 

Sewang, A. M. (2005) Islamisasi Kerajaan Gowa: Abad XVI Sampai Abad XVII. Jakarta.: Yayasan Obor. Tim Penyusun. (no date) 

Citra Pare-Pare Dalam Arsip. Makassar. 2014: : Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. 2014. 

Wardiah, H. (2017) ‘Peran Orang Arab Dalam Pendidikan Keagamaan di Kabupaten Maros’, Pusaka, 8. 

Wardiah, H. (2019) ‘Genelogi Intelektual Ulama Awal Abad XX di Kabupaten Bulukumba dan Bantaeng Sulawesi Selatan’, SMaRT, 5. 

Yani, A. (2014) ‘Pertemuan Sawerigading dengan Nabi Muhammad’, Shautul Adab. 

Yunus, A. R. (2015) “Nilai-Nilai Islam Dalam Budaya dan Kearifan Lokal (Konteks Budaya Bugis)”. Rihlah.