Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jejak Ulama Pinrang Diawal Abad XX

PINRANG.ARUNGSEJARAH.COM - Jejak Ulama Pinrang Diawal Abad XX, Gurutta Abdul Latif - Kiprah Ulama Pinrang Awal Abad XX, Sejarah Berdirinya Kabupaten Pinrang, Idwar Anwar, Asal mula nama Pinrang, Awal Mula Berdirinya Kabupaten Pinrang, Kerajaan Sawitto, Ilustrasi
Ilustrasi
PINRANG.ARUNGSEJARAH.COM - Jejak Ulama Pinrang Diawal Abad XX.

JEJAK ulama Pinrang yang terbangun di sepanjang pesisir pantai Jampue hingga pesisir Langnga, tersimpul dalam jejaring yang menyerap keilmuan ke Tanah Mandar, Salemo, Sengkang hingga ke Mangkoso dan Tanah Mekah merupakan jaringan yang saling terkait dalam simpul kekerabatan. Demikian yang diungkap dalam artikel berjudul Jejak Dan Kiprah Ulama Pinrang Awal Abad XX yang ditulis Wardiah Hamid di Jurnal “Al-Qalam” Volume 25 Nomor 2 2019.

Tersebutlah beberapa figur gurutta Abd Latif di daerah Pallameang, gurutta Rabe Baddulu di daerah Langnga, gurutta Abd Samad KH Zainal Abidin dan KH Hafid Karim di kota Pinrang. Mereka tersimpul dalam jaringan pertalian kekerabatan dan tempat kelahiran yang sama. Para ulama ini sebagian berasal dari Haramain dengan genealogi keilmuan mengacu kepada ciri khas Sunni. 

Menyusuri wilayah Pinrang salah satu daerahnya adalah Lanrisang atau Jampue yang pada masa dahulu merupakan salah satu pusat kerajaan besar yang memiliki kekuasaan atas wilayahnya sendiri, kerajaan ini masuk dalam persekutuan Addattuang Sawitto, dimana pada masa penjajahan Belanda memperoleh pengakuan dari pemerintah Belanda dengan status distrik (1905) yang juga masih dalam bagian pemerintahan Swapraja Sawitto. 

Wilayah kekuasaan Lasinrang pada waktu itu meliputi hampir seluruh bagian barat Addituang Sawitto, yang posisinya berhadapan langsung dengan selat Makassar. 

Posisi Lanrisang dalam persekutuan Addittuang Sawitto memegang peran penting. Sebagai suatu daerah yang berhadapan langsung dengan selat Makassar menjadikannya sebagai pintu gerbang masuknya kapal luar berlabuh. Dari arah barat atau dari arah selat Makassar pernah menjadi pelabuhan besar yang disinggahi kapal-kapal pada masa itu (Saad, n.d., p. 10). 

Diperkirakan agama Islam masuk ke daerah ini pada tahun 1609 M, angka ini dihubungkan dengan situs sejarah yang ada di Jampue yaitu berdirinya pada tahun 1750 M/1171 H. Masjid Tua Jampue bernama Masjid At Takwa, yang memerintahkan dibangunnya masjid itu La Massomppa putra dari La Tenricau ( raja sebelumnya). 

Jadi raja yang pertama memeluk agama Islam adalah La Mappasompa bersama ayahnya Tenricau kemudian diikuti oleh para rakyatnya. Setelah resmi memeluk Islam raja beserta rakyatnya pun membangun masjid yang terletak di pesisir pantai Jampue. 

Masjid At Takwa berada persis di pesisir pantai Jampue, ketika terjadi pasang besar dengan hantaman gelombang laut yang besar menghantam masjid ini hingga amblas ke pinggir laut. Hanya beberapa bangunan yang tersisa seperti mihrab dan tempat khatib saja yang tersisa. 

Masjid At Takwa sudah mengalami perubahan, bentuk aslinya yang dibangun dalam bentuk kayu, kemudian direnovasi dalam bentuk bangunan batu sudah tidak ada kecuali tempat imam, mihrab dan batu pijakan untuk masuk ke dalam masjid. Batu pijakan ini dahulu menjadi salah satu batu yang dianggap memiliki kekuatan gaib dan dijadikan sebagai batu untuk meletakan sajian dan tempat pelantikan para raja. 

Mihrab dan tempat khatib yang masih terlihat bentuk aslinya dilapisi tegel keramik asli dari ornamen-ornamen Cina yang melekat di dindingnya. 

Pada masa Pawiloi yang juga bergelar Datu Lanrisang pada awal abad XVIII atau awal tahun 1700 M. Bersama Pamessangi (Petta Toa) menantunya, yang memerintahkan untuk membangun masjid baru yang berada di kampung Lerang Jampue dan berdekatan dengan Kandawarie (Istana Raja) yang juga baru dipindahkan dari kampung Kecampi ke kampung Larang dan namanya pun berubah menjadi Saoraja berada di sekitar posisi letak masjid tua At Takwa berdiri. 

Kedatangan Syekh Muhammad bin Abdullah Affandi di Jampue yang berasal dari Yaman di lahirkan di Izmir daerah Turki sekarang. Ketika Pawelloi Datu Lanrisang yang berkuasa. Syekh Muhammad bin Abdullah Affandi sangat dekat dengan Datu Lanrisang sehingga diberi kewenangan untuk memberikan dakwah di daerah Jampue. 

Syekh Muhammad bin Abdullah Affandi kemudian menikah dengan wanita pribumi dan mempunyai keturunan. Keturunannyalah yang kemudian menjadi ulama-ulama besar di Jampue yang secara turun-temurun mengawal perkembangan Islam di Jampue. 

Situs-situs keturunannya masih bisa dilihat dengan keberadaan kuburan-kuburan yang ada di sekitar masjid dan di luar daerah Jampue. Mereka inilah yang memainkan peranannya menjadi ulama yang berkiprah di zamannya. 

Di antaranya Syekh Muhammad bin Abdullah berasal dari Yaman keahliannya di bidang agama Islam ia diangkat menjadi penasehat raja. Pada masa Fatimah yang bergelar Petta Lerang Arung Jampue, Syekh Abdul Hafid Yafie, Syekh Musa (ahli tarekat Zadiliyah) Syekh Ahmad bin Muhammad Affandi, Syekh Khaidir Musa, Syekh Muhammad Ali Affandi (Puang Janggo) Wafat 1815, Syekh Abdullah Shahir, KH Sanusi, Syekh Umar Affandi, Syekh Muhammad Yafie (qadhi 1930), Syekh Abdurrahman Firdaus (ulama asal Mekah), Syekh Ali Kudus (Ulama dari Kudus Jawa Tengah), Syekh KH Abdul Hafied Musa, Syekh Muchsen Umar, Syekh As’ad Ali Yafie, KH Muhammad Thahir Jalang, dan Prof KH Ali Yafie (Asad, 2000, p. 22). (ed)

Sumber:  Wardiah Hamid, Jejak Dan Kiprah Ulama Pinrang Awal Abad XX dalam Jurnal “Al-Qalam” Volume 25 Nomor 2 2019. 

****

Tambahan:

Abdurrahman. (1984). Sejarah Yayasan Perguruan Islam Campalagiann1930- 1983. Polmas. 

As’ad Muhammad. (2011). Buah Pena Sang Ulama (1st ed.). Makassar: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Makassar. 

Asad. (2000). Kumpulan Naskah-Naskah Sejarah Raja-raja Sawitto Sejarah Perjuangan Lasinrang dan Pahlawan Kemerdekaan Acara Adat Istiadat. Pinrang. 

Azra, A. (2007). Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 

Burhanuddin, J. (2012). Ulama dan Kekuasaan (Pergumulan Elite Muslim dalam Sejarah Islam). Jakarta: Mizan Publika. 

Dhofier, Z. (2011). Tradisi Pesantren (Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia (9 th ed.). Jakarta: LP3ES. 

Emsoe, A. (2017). Haji Tempo Doloe Kisah Klasik Berangkat Haji Zaman Dahulu (1st ed.). Bandung: MCM Publishing Bandung. 

Glasse, C. (2002). Ensiklopedi Islam (111th ed.). Jakarta: Raja Grafindo Persada. 

Hamid, A. H. (1987). Pengajian Pondok di Pulau Salemo Suatu Tinjauan Historis

Hamid, W. (2017). Jaringan Ulama Awal Abad XX di Kabupaten Bulukumba dan Bantaeng. Makassar. 

Ibrahim, A. M. (2015). Lontarak Akkarungeng Sawitto (Salinab Transliterasi dan Terjemahan ke Bahasa Indonesia. Pinrang. 

Kersten, C. (2017). Mengislamkan Indonesia (Sejarah Peradaban Islam di Nusantara). (C. Hilendbrand, Ed.) (1st ed.). Tangerang Selatan: Baca Laffan, M. (2015). Sejarah Islam di Nusantara. Yogyakarta: Banteng Pustaka. 

Mulyati, S. (2004). Tarekat Tarekat Muktabarah di Indonesia. Jakarta: Prenada Media. Muslim, A. (2016). Puang Kali Taherong. Kyai Pelopor Panrita Kittak (1st ed.). Makassar: Cv Cahaya Mujur Lestari. 

Padindang, A. (2006). Penyebaran Islam di Sulawesi Selatan. Makassar: La Macca Pres. 

Pawilloy, S. dkk. (1981). Sejarah Pendidikan Daerah Sulawesi Selatan. Makassar. 

Saad, M. (n.d.). Kumpulan Naskah-Naskah Sejarah Sawitto, Raja-Raja Sawitto Sejarah Perjuangan Lasinrang dan Pahlawan Kemerdekaan Acara Adat Istiadat Ceritra-Ceritra Rakyat. Pinrang. 

Sukamto. (1999). Kepemimpinan Kiai dalam Pesantren (1st ed.). Jakarta: PT Pustaka LP3ES.