KH Zaenal Abidin - Kiprah Ulama Pinrang Awal Abad XX (1)
KIYAI HAJI ZAENAL Abidin terlahir pada tahun 1921 dan wafat 1923 dari orang tua H Ahmad Remba seorang Imam di Langnga dan ibunya bernama Iguba. Ayahhandanya adalah guru pertamanya dalam menuntut ilmu agama. Pada tahun 1927 H Ahmad Remba menunaikan ibadah haji, beliau membawa serta anaknya Zaeinal Abidin yang ketika itu berumur lima tahun , dengan menggunakan kapal kayu menuju kota Mekah.
Di tanah suci pulalah KH Zaenal Abidin disunat, KH Zaeinal Abidin adalah anak pertama dari empat bersaudara, beliau terkenal dari kecil haus dengan ilmu agama.
Pada tahun 1929 ketika berumur tujuh tahun aktivitasnya di pagi hari dimulai dengan menimba ilmu Pendidikan Sekolah Rakyat (SR), kemudian ketika pulang sekolah di siang hari belajar mangngaji alepu ke H Abd Karim, ( ayah dari KH Hafid Karim).
Pada tahun 1930-an beliau belajar bersama KH Abdul Hafid Karim ke daerah Sengkang, gurunya adalah KH As’ad di Madrasah ‘Arabiyah Islamiyah.
Menurut informasi lisan beliau bolak balik beberapa kali dari Sengkang ke Salemo untuk belajar di Pulau Salemo dan berguru kepada KH. Abd. Rasyid (lahir 1855 wafat 1956), dua tempat inilah beliau tamat sebagai hafiz 30 juz Al Quran (Wawancara Muhammad Ali, di Pinrang, 30 Agustus 2018).
Diperkirakan mangngaji tudang di Salemo aktif sejak pertengahan abad ke XIX (sekitar tahun 1850). Pengajian di Salemo sebagai wadah untuk menghasilkan calon ulama yang bermutu ilmu agamanya juga sebagai jalur pengembangan dakwah melalui pendidikan mangngaji tudang (A. H. Hamid, 1987, p. 61).
Pulau Salemo sebagai tempat menuntut ilmu karena adanya donator dari pengusaha-pengusaha yang memberikan biaya kepada masyarakat yang ingin menuntut ilmu sampai ke Arab Saudi. Di pulau itu banyak kapal berlabuh, baik kapal kayu maupun kapal besi sebagai Bandar kedua setelah Makassar.
Barang yang dari Mandar seperti kopra misalnya hendak di bawa ke Surabaya, akan menyinggahi Salemo sebelum ke Surabaya. Beberapa pedagang dari Mandar mendatangi tempat ini sebagai sarana berdagang sambil menyiarkan agama Islam untuk pula yang membawa Islam hingga menjadikan daerah itu sebagai pusat Pendidikan Islam (Padindang, 2006, p. 85).
Pada mulanya mangngaji tudang ini hanya bersifat kekeluargaan lama kelamaan meluas menjadi pengajian dalam skala besar, dimanah mereka datang dari luar pulau Salemo. Pulau ini kemudian di Bombardir oleh Belanda karena dicurigai santri-santri itu akan mengadakan perlawanan, dan juga di pulau itu ada gudang beras yang cukup besar hanya ada di pulau Salemo.
Setelah menimba ilmu di pulau Salemo, beliau pulang ke kampung halamannya di Langnga. Pada masa itu gurutta Abd Samad yang merupakan pamannya membuka halaqah ilmu dalam bentuk mangngaji tudang di Paleteang (depan terminal).
Kemampuannya sebagai hafiz membuatnya diangkat menjadi imam kampung, dan kadang menjadi khatib di masjid-masjid di Langnga maupun di sekitar desa tetangga. Beliau menikah dengan adik gurutta Hafid Karim yang bernama Husnah dari perkawinan lahirlah beberapa anak.
Sebagai hafiz beliau mengajarkan anak-anak mengaji Alquran di rumahnya dan mengngaji kitta’ di masyarakat Pinrang, mereka ini datang dari pesisir laut Langnga dan merupakan pedalaman daerah Pinrang.
Begitu pun anak anaknya juga didiknya untuk mengkaji ilmu agama dan yang mewarisi keilmuannya adalah salah satu anaknya Abd Muarif Zaenal Abidin (alumni Sekolah Menengah Islam SMI di jalan Maipa Makassar).
Anak inilah yang mewarisi seluruh kitab-kitabnya, setelah KH Zaenal Abidin meninggal dunia, kitab tersebut diberikan kepada salah satu pesantren yang ada di kota Makassar (Wawancara Kankemenag Pinrang, di Pinrang, 5 Juli 2018) .
Bersambung... KH Zaenal Abidin - Kiprah Ulama Pinrang Awal Abad XX (2) - Arung Pinrang (arungsejarah.com)
Sumber: Wardiah Hamid, Jejak Dan Kiprah Ulama Pinrang Awal Abad XX dalam Jurnal “Al-Qalam” Volume 25 Nomor 2 2019.
****
Tambahan:
Abdurrahman. (1984). Sejarah Yayasan Perguruan Islam Campalagiann1930- 1983. Polmas.
As’ad Muhammad. (2011). Buah Pena Sang Ulama (1st ed.). Makassar: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Makassar.
Asad. (2000). Kumpulan Naskah-Naskah Sejarah Raja-raja Sawitto Sejarah Perjuangan Lasinrang dan Pahlawan Kemerdekaan Acara Adat Istiadat. Pinrang.
Azra, A. (2007). Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Burhanuddin, J. (2012). Ulama dan Kekuasaan (Pergumulan Elite Muslim dalam Sejarah Islam). Jakarta: Mizan Publika.
Dhofier, Z. (2011). Tradisi Pesantren (Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia (9 th ed.). Jakarta: LP3ES.
Emsoe, A. (2017). Haji Tempo Doloe Kisah Klasik Berangkat Haji Zaman Dahulu (1st ed.). Bandung: MCM Publishing Bandung.
Glasse, C. (2002). Ensiklopedi Islam (111th ed.). Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Hamid, A. H. (1987). Pengajian Pondok di Pulau Salemo Suatu Tinjauan Historis.
Hamid, W. (2017). Jaringan Ulama Awal Abad XX di Kabupaten Bulukumba dan Bantaeng. Makassar.
Ibrahim, A. M. (2015). Lontarak Akkarungeng Sawitto (Salinab Transliterasi dan Terjemahan ke Bahasa Indonesia. Pinrang.
Kersten, C. (2017). Mengislamkan Indonesia (Sejarah Peradaban Islam di Nusantara). (C. Hilendbrand, Ed.) (1st ed.). Tangerang Selatan: Baca Laffan, M. (2015). Sejarah Islam di Nusantara. Yogyakarta: Banteng Pustaka.
Mulyati, S. (2004). Tarekat Tarekat Muktabarah di Indonesia. Jakarta: Prenada Media. Muslim, A. (2016). Puang Kali Taherong. Kyai Pelopor Panrita Kittak (1st ed.). Makassar: Cv Cahaya Mujur Lestari.
Padindang, A. (2006). Penyebaran Islam di Sulawesi Selatan. Makassar: La Macca Pres.
Pawilloy, S. dkk. (1981). Sejarah Pendidikan Daerah Sulawesi Selatan. Makassar.
Saad, M. (n.d.). Kumpulan Naskah-Naskah Sejarah Sawitto, Raja-Raja Sawitto Sejarah Perjuangan Lasinrang dan Pahlawan Kemerdekaan Acara Adat Istiadat Ceritra-Ceritra Rakyat. Pinrang.
Sukamto. (1999). Kepemimpinan Kiai dalam Pesantren (1st ed.). Jakarta: PT Pustaka LP3ES.